Selasa, 24 Mei 2011

Aku dan Tipi

Gue itu bukan orang yang senang menonton TV


satu keluarga gue nggak ada yang hobi nonton TV


waktu gue nonton TV sebulan bisa diitung pake jari, gue nonton kalo ada special occasion aja misalnya ada pengibaran sang saka merah putih, atau penggerebekan teroris di TV One walaupun kadang rada fiktif.


Jadi bagi gue TV itu adalah kebutuhan yang berada jauh dibawah Rexona. Disaat orang-orang berlomba-lomba beli TV maha gede dan canggih, iklan wara-wiri gonta-ganti brand ambassador buat menarik pembeli untuk beli TV mereka, gue, sebagai wakil dari orang yang tinggal di rumah nomor D2 menyatakan : TIDAK AKAN TERTARIK


untuk mengecek berita, gue lebih seneng cek berita lewat internet karena lebih update dan twitter itu adalah sarana berita yang lumayan mumpuni.


Dulu waktu SMP dan SD gue termasuk orang yang hobi didepan TV dari pagi sampe pagi lagi. Udah kayak orang nggak punya masa depan tiduran didepan TV terus.


Nah suatu hari ada sebuah kesulitan dimana muncul sebuah Iklan besar di koran yang menyatakan bahwa ada film baru bagi yang berlangganan TV berlangganan


Film The Pacific, film perang SINETRON ! Sinetron film perang ! oh betapa kontrasnya ketika di negara gue sinetron berisi paha-paha mulus cewek SMA pake rok mini yang melanggar kode etik perjuangan dan juga intrik rebutan si-A-yang-trendi-dan-modis, sedangkan ini adalah Sinetron dengan tangan putus dimana-mana


The Pacific itu beda sama The Pacifier...


gue kan kagak dibolehin langganan TV berlangganan karena nanti takut mubazir, mengingat orang rumah pada ga doyan nonton tipi



maka dari itu gue punya ide, sepanjang pemutaran film itu gue nginep dirumah mbah gue buat nonton itu, gila perjuangan yang heroik abis. kalo ditanya "kenapa kok tumben nginep dirumah mbah ?" bilang aja, "mila kangen sama mbah" halaahh


Tapi pas gue nonton jujur gue ga suka, soalnya banyak dramanya, mana rada bokep lagi. ya tapi ini juga namanya pelem seri kan wajar sayaaaaaaaang.

pas lagi ngobral ngobrol di bbm sama kak bram, setelah gue bilang pelemnya kebanyakan dramanya lah bokep lah, dia menjawab dengan bijak, kurang lebih seperti ini "film ini bagus karena menunjukan sisi lain para prajurit perang itu. ya emang persepsi kita aja yang berbeda soal pelem perang"

ya mungkin gue sukanya film perang yang terus perang-perangan atau dia yang emang penggemar drama nomor satu



ya menurut gue Letters from Iwo Jima itu film terbaik, tanpa drama yang mendapat porsi lebih, saya bisa menangis menontonnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar